Semenjak awal epidemi HIV/AIDS, upaya pencegahan dipusatkan pada orang HIV-negatif. Bila Odha juga menjadi sasaran, ada yang takut bahwa ini akan menstigmatisasikan kelompok yang sudah menghadapi diskriminasi. Namun akhir-akhir ini, kemajuan dalam sarana hukum dan sosial menghasilkan dukungan yang lebih besar untuk Odha, dan kemajuan sejajar dalam perawatan dan pencegahan mendesak kita untuk membahas peranan Odha dalam upaya pencegahan.
Oleh karena itu, Spiritia mencanangkan prakarsa “HIV Stop di Sini”, yang bertujuan untuk memotong rantai penularan. Terus-terang, setiap penularan membutuhkan satu Odha. Namun ini masalah yang cukup peka dan rumit, antara lain karena banyak orang tidak tahu dirinya telah terinfeksi HIV.
Tanggung jawab
Salah satu kerumitan berawal dari istilah ‘tanggung jawab’. Kebanyakan kita ingin agar perilaku kita dianggap bertanggung jawab. Namun, kita menolak anggapan bahwa kita bertanggung jawab atas ledakan pada epidemi HIV/AIDS belakangan ini. Kita pasti tidak ingin pasangan kita terinfeksi, atau orang lain mengalami nasib seperti kita. Ada sedikit orang yang ingin ‘balas dendam’, tetapi ini agak jarang, dan biasanya diakibatkan oleh diskriminasi yang berat, atau tes HIV yang dilakukan tanpa proses semestinya. Jelas orang jahat tidak menjadi ‘baik’ akibat infeksi HIV.
Dampak ART pada pencegahan
Penyediaan terapi antiretroviral (ART) mengubah keadaan secara bermakna. Ada ketakutan bahwa masyarakat akan beranggapan bahwa AIDS tidak masalah lagi karena ada obat, dan akan kembali berperilaku berisiko. Dengan adanya ART, Odha bertahan hidup lebih lama, lebih sehat, dengan lebih banyak kesempatan untuk menularkan orang lain. Lagi pula, viral load yang tidak terdeteksi dalam darah bukan berarti kita tidak dapat menulari orang lain, antara lain karena, jumlah virus dalam air mani dapat lebih tinggi dibandingkan dalam darah. Dan bila kita melakukan hubungan seks secara sembarangan, kita dapat terinfeksi ulang dengan virus yang resistan terhadap obat yang kita pakai.
Selain itu, dengan semakin banyak orang yang membutuhkan ART, ada risiko bahwa dana yang sekarang disediakan untuk program pencegahan dikurangi, dan dialihkan pada pengobatan. Kita diberikan ART secara gratis, sementara orang dengan penyakit lain tetap harus bayar sendiri. Bukankah pantas agar kita ‘berterima kasih’ atas ketersediaan ART gratis, dengan imbalan sesuai?
Mengapa Odha harus terlibat dalam pencegahan?
Harus ada perubahan dalam program pencegahan, yang sampai saat ini dipusatkan pada ‘kelompok berisiko’ seperti gay, waria, pekerja seks dan pengguna narkoba, dan tidak pada Odha. Namun jelas program pencegahan tidak berhasil, dengan jumlah orang yang terinfeksi terus meningkat. Kita yang dapat – dan harus – memotong rantai penularan.
Tidak semua Odha mendukung perubahan ini, sebagian karena takut haknya akan dibatasi. Namun, ada semakin banyak Odha dan organisasi Odha yang mendukung pendapat bahwa Odha harus juga menjadi sasaran. Sampai saat ini, kita diharapkan akan berperilaku ‘aman’, tetapi jarang kita didukung dalam hal ini:
“Perilaku berisiko bukan kebiasaan untuk Odha.
Sebagian besar di antara kami berupaya agar meyakinkan pasangan kami tidak tertular, dan kami melakukannya tanpa banyak dukungan. Tidak ada kampanye besar-besaran yang mendukung kami agar tetap aman dalam hubungan kami. Kami melakukannya sendiri.” |
Terje Anderson, NAPWA (Asosiasi Nasional Odha AS) |
Kita manusia…
…dengan semua kekuatan dan kelemahan manusia lain
Perubahan perilaku tidak mudah untuk siapa pun, walaupun diberi dukungan. Seperti orang lain, kita juga manusia, dan tidak dapat berjanji bahwa kita tidak akan mengalah pada godaan. Dan pada zaman ini, memang semuanya harus terlibat dalam upaya melindungi dirinya dari infeksi, dengan memakai kondom atau menghindari penggunaan jarum suntik bergantian. Kita juga punya hak untuk hidup…
Tantangan
Ada berbagai tantangan yang kita hadapi saat ingin menghidupkan “HIV Stop di Sini”. Seperti dibahas di atas, ‘Kita melakukannya sendiri’, dengan hanya sedikit dukungan dari masyarakat umum, yang biasanya kurang informasi. Oleh karena itu, Odha sering dilihat dengan kacamata moral, dan mengalami diskriminasi. Banyak di antara kita kurang kepercayaan diri (PD), dan tidak berdaya untuk membujuk pasangan kita untuk melakukan seks aman.
Walau kita menerima kewajiban untuk membuka status pada pasangan, tidak ada jaminan dia akan menghormati kerahasiaan kita. Ketersediaan kondom kurang, apa lagi jarum suntik dan program rumatan metadon buat kita yang ketagihan narkoba. Akhirnya, kita yang tergantung pada seks sebagai penghasilan jelas menghadapi dilema (buah simalakama): bila kita mengharuskan klien memakai kondom, kemungkinan dia akan lari ke orang lain, dengan akibat kita tidak mendapat penghasilan untuk menghidupi keluarga kita.
Mungkin kita dapat menghindari tantangan ini sekali-kali. Tetapi bagaimana terus-menerus untuk seumur hidup? Sulit!
Manfaat untuk kita
Namun ada banyak manfaat bila kita dapat menghidupkan “HIV Stop di Sini”. Mungkin yang paling penting, bila jumlah infeksi terus meningkat, akhirnya masyarakat akan menolak penyediaan dana untuk pengobatan gratis buat kita. Sebaliknya, dengan upaya yang pantas, kita dapat mengubah sikap masyarakat, dan mengurangi stigma dan diskriminasi, dengan harapan bahwa AIDS dapat menjadi penyakit yang ‘normal’.
Kesimpulan
Sebagian besar kita beranggap bahwa kewajiban kita untuk mendukung dan mendorong “HIV Stop di Sini”. Walaupun prakarsa ini dianggap kontroversial oleh banyak Odha, diharapkan kita dapat mendukung upaya ini, dan membahas pencegahan dalam kelompok kita. Pasti kita membutuhkan dukungan, melalui ketersediaan kondom, pertukaran jarum suntik, dan program metadon.